Home » » PARADIGMA BARU PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN MATA KULIAH kEWARGANEGARAAN

PARADIGMA BARU PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN MATA KULIAH kEWARGANEGARAAN


PARADIGMA BARU
 PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN



Makalah

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kewarganegaraan yang
di ampu oleh  Bpk. Nurul ’Aini, SIP, S.Pd. M.SI.














 






















Oleh
.
M U K H O L I S









 


Program S1 Tarbiyah
INSTITUT  ISLAM NAHDLATUL ULAMA’
( INISNU )  JEPARA  2010


PARADIGMA BARU PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN


A. Latar Belakang Masalah

                  Pendidikan memiliki fungsi yang sangat strategis dalam upaya pengembangan sumber daya manusia. Pembangunan suatu proses perubahan yang sistematik dalam berbagai aspek kehidupan bangsa, bukan saja dilanjutkan tetapi harus semakin berkwalitas, maka proses hasil pembangunan bukan hanya tertinggal oleh tatanan kehidupan global bahkan akan tergilas oleh tatanan yang semakin terkembang.
      Penerapan kwalitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan sebagai penentu baik dalam tatanan pembangunan nasional maupun peradaban global merupakan dua sisi dari suatu perubahan yang tidak dapat dipisahkan perlu menempatkan pendidikan sebagai ujung tombak keberhasilan suatu bangsa yang harus diperhatikan oleh semua pihak baik Pemerintah Daerah melalui Departemen Pendidikan Nasional serta dukungan masyarakat sebagai stake holder pendidikan.
      Berbagai upaya, telah sedang dan akan dikembangkan dalam berbagai komponen system melalui dimensi vertical maupun horizontal dalam aspek mikro maupun makro, dalam hal ini peningkatan kualitas pendidikann khususnya guru mendapat perhatian yang utama dalam peningkatan profesionalnya hubungannya dengan kwalitas pendidikan, tidak terlalu heran jika terdapat kesan bahwa posisi dan peran guru yang mengakibatkan tinggi rendahnya mutu pendidikan sebagai kambing hitamnya adalah guru.
      Sementara ini ukuran kwalitas pendidikan hanya diukur dengan Hasil Ujian Nasional (UNAS) yang mengukur kemampuan intelgensi (intelegency question) sedangkan kesuksesan masa depan seseorang ditentukan oleh banyak faktor, selain integency question juga spiritual question dan emosional question, hal ini telah menjadi suatu kenyataan bahwa banyak orang yang sukses meniti karir dalam birokrat, pengusaha sukses anggota DPR dan lembaga lainya kebanyakan bukan dari orang yang intelgensinya tinggi melainkan mereka yang memiliki kemampuan yang seimbang antara kemampuan intelgensi, emosional dan spiritual.
      Guru sebagai ujung tombak dalam peningkatan mutu pendidikan bahkan sebagai ujung peluru kendali, masa depan bangsa ada dipundak dan tanggung jawab guru oleh karena itu perlu adanya suatu perubahan paradigma khususnya dalam pembelajaran, sangat kurang berarti adanya Menteri Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan, perubahan kurikulum bahkan penataran penataran, seminar yang menghabiskan miliaran rupiah jika tidak ada perubahan pola mengajar dan pembelajaran pada diri guru[1].
B. Alternatif  Peningkatan Mutu

                  Sejak tahun delapan puluhan telah dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pembelajaran melalui pembaharuan kurikulum dengan mengimplementasikan pembelajaran komunikatif, pengembangan CTL (contextual teaching and learning), pengadaan sarana prasarana pembelajaran, pengembangan materi pembelajaran, pelatihan guru dan sebagainya, namun upaya-upaya tersebut belum ampak adanya suatu perubahan yang signifikan dalam peningkatan mutu pembelajaran, oleh karena itu perlu dikembangkan inovasi pembelajaran yang kreatif dalam mengatasi tantangan tersebut.
      Kemampuan guru dalam proses pembelajaran secara profesional pada umumnya masih menggunakan budaya lama berdasarkan pengalaman dan kebiasaan yang dimiliki ketika mereka belajar di SD, SMP maupun SMA, gurunya mengajar seperti itu maka sekarangpun mereka mengajar tidak jauh berbeda, walaupun mereka sering mengikuti penataran seminar tetapi belum ada perubahan yang signifikan, mari kita tanya pada pengelola pendidikan Kepala Sekolah, Pengawas Pendidikan bahkan kepada pribadi guru, apakah saya telah mengajar sesuai dengan teori pendidikan ? Apakah saya telah mengadakan perubahan dalam pola pembelajaran ? Jawabannya hanya ada pada pribadi guru itu sendiri.
      Salah satu contoh dalam teori pembelajaran secara filosofis mengatakan bahwa “ Aku mendengar, aku lupa, aku melihat, aku ingat, aku berbuat dan aku mengerti “ sementara ini jika guru dalam pembelajaran masih menggunakan metode ceramah diskusi tanpa menggunakan alur pembelajaran baik manual maupun elektronik bahkan belajar masih dibatasi dengan dinding kelas, maka mutu pendidikan tidak akan mengalami perubahan sesuai dengan harapan.
                  Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) membawa sejumlah harapan dalam pola pembelajran yang inovatif agar ada perubahan dengan pola pembelajaran yang aktif, kreatif, efisien dan menyenangkan (PAKEM), sistem penilaian yang berkesinambungan, Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebagai ukuran mutu pendidikan di sekolah, hal ini menunjukan dalam pengembangan kemampuan intelgensi dapat ditingkatkan.
                  Melalui SK Bupati pada Tahun 2004 tentang penciptaan lingkungan sekolah yang bernuansa agamis suatu langkah yang positif dalam mengembangkan
kemampuan siswa bidang Spriritual Question melalui kegiatan MGMP PAI Tingkat Sekolah dan Tingkat Kabupaten dikembangkan program-program kegiatan sekolah yang bernuansa agamis serta langkah-langkah operasionalnya yang jelas dan terarah dapat membantu siswa meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa[2].


C. Penyimpangan Paradigma Pendidikan

1. Mementingkan hasil/nilai dari pada proses.

                  Sekolah yang bermutu menurut paradigma lama adalah sekolah yang dapat meluluskan dan menaikan siswa dengan nilai rata-rata hasil ulangan /ujin yang tinggi, prosentasi kelulusan/kenaikan kelas yang tinggi bahkan 100%, walaupun kemampuan siswa masih dibawah standar sehingga proses pembelajaran diarahkan pada pembahasan soal-soal ujian, pengerjaan LKS, yang isinya soal-soal ulangan sehingga kemampuan analisis siswa sangat lemah, pada akhirnya banyak pengangguran intelektual yang kurang berperan di masyarakat.

2. Mementingkan Ijazah dari pada Kompetensi

                  Di negara –negara yang sudah maju rekrutmen tenaga kerja tidak hanya dilihat dari nilai IPK ijazah yang dimiliki, tetapi dilihat dari kompetensi dan kemampuan kerja yang lebih profesional, produktif, berkwalitas, sehingga produktifitasnya dapat dipertanggungjawabkan, sedangkan di negara kita masih banyak sekolah dan perguruan tinggi yang memberikan kemudahan untuk mendapatkan ijazah kepada siswa/mahasiswanya dengan proses pembelajaran dengan kurun waktu yang disederhanakan.

3. Pembelajaran Masih Dibatasi oleh Dinding Kelas .

                  Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru banyak dilakukan di dalam kelas, seolah-olah kelas merupakan penjara bagi siswa, bagaimana kita merasakan ketika kita mengikuti penataran di dalam suatu ruangan selama tiga hari minimal atau seminggu walaupun di ruangan yang ber AC, makanan dijamin kadang kita merasa jenuh dan membosankan, apalagi siswa selama 3 tahun belajar hanya dilakukan di dalam kelas oleh karena itu pembelajaran lebih bervariasi perbanyak di luar kelas.

4. Terlalu Akademis (mementingkan kecerdasan intelektual) kurang mementingkan Multiple Intelgensi (kecerdasan spiritual)

                  Secara fitrah pada dasarnya manusia lahir memiliki potensi (akal, qolbu, nafsu) untuk dikembangkan menjadi “Khoirul Ummah” manusia yang terbaik, sukses disegala bidang kehidupan sesuai dengan fitrah dan potensi yang dimilikinya, maka proses pendidikan dan pola pembelajaran harus menyentuh Multiple Intelgensi.


5. Terlalu mekanis tidak Humanis

      Siswa bukan mesin yang dapat dipaksakan untuk menerima dan mengerjakan sesuatu memiliki kemampuan dan kompetensi yang terbatas, potensi yang berbeda dan beragam, perasaan dan motivasi sesuai dengan fitrah kemanusiaan[3].

D. Perubahan Paradigma

                  Seiring dengan perubahan Kurikulum 1994 ke Kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) kemudian kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), maka perlu adanya perubahan pola pikir dan tindakan dari pelaksana Lembaga Pendidikan yang terkait Kepala Sekolah, Pengawas/Penilik dan Guru adapun tuntutan perubahan yang diharapkan adalah sebagai berikut :
1. Dari Kurikulum yang berorientasi kepada tujuan ke Kurikulum yang Berbasis Kompetensi.
2. Dari Proses Pembelajaran yang teoriti ke pembelajaran yang praktis
3. Dari pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) ke pembelajaran yang  berpusat pada siswa (student centered)
4. Dari budaya mendengar ke budaya membaca, menganalisa dan mengerjakan.
5. Dari sistem kegiatan “kapur dan tutur” ke kegiatan alam bebas (auotbond activities)
6. Dari Orientasi Akademis ke Orientasi Total ( Akademis dan Non Akademis)
7. Dari Orientasi kecerdasan Intelektual ke kecerdasan ganda (Multiple Intelgent).
8. Dari Tekstual (Textual) ke kontekstual (Contextual Leaching and Learning) atau CTL.
9. Dari Manajemen Berbasis Kepala Sekolah ke Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)
10. Dari Sekolah sebagai menara gading ke Sekolah sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan masyarakat dan masih banyak perubahan-perubahan lainnya[4].


E. Standar Kompetensi Guru

                  Sebagai tolak ukur kemampuan profesional guru dalam proses pembelajaran yang harus dimiliki adalah :
1. Pengelolaan Pembelajaran
a. Mampu menyusun Program Pembelajaran
b. Mampu mengadakan interaksi dengan siswa
c. Mampu mengevaluasi hasil pembelajaran
d. Mampu menindaklanjuti hasil evaluasi pembelajaran
e. Mampu melaksanakan bimbingan belajar siswa
2. Pengembangan Profesi
a. Mampu mengadakan penelitian tindakan kelas
b. Mampu mengadakan inovasi pendidikan
3. Penguasaan Akademik
a. Memahami wawasan kependidikan
b. Menguasai bahan kajian yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diajarkan.[5]


F. Penutup

                  Perubahan adalah merupakan kaharusan bagi manusia sebagai individu maupun sebagai bagian dari masyarakat era globalisasi makin menantang, apalagi dunia pendidikan yang mempengaruhi hidup dan kehidupan manusia. Sebagai ujung tombak kemajuan bangsa tanpa adanya perubahan maka mutu pendidikan akan berjalan di tempat bahkan ketinggalan oleh bangsa-bangsa lain yang bergerak lebih cepat, perubahan Kurikulum 1994 ke Kurikulum 2004 (KBK) harus diiringi dengan perubahan- perubahan pola pembelajaran, kapan lagi kalau bukan sekarang, siapa lagi kalau bukan kita (guru) yang bertanggung jawab terhadap masa depan bangsa[6].

      Otonomi pendidikan sebenarnya selalu hadir disaat orang tua menyerahkan pendidikan anaknya kepada sekolah. Agar anaknya dilatih memanusiakan dan menemukan dirinya sendiri secara utuh dan bermartabat kemanusiaan. Implikasi dari paham ini adalah bahwa setiap individu merupakan titipan Tuhan, anak manusia adalah unik dan seharusnya tidak
boleh diperlakukan secara seragam. Sekolah hendaknya membantu siswa dalam proses menjadi dirinya sendiri, dalam berproses menjadi citra Tuhan (process of becoming oneself). Pada zaman ini pentinglah untuk mengubah kiblat pendidikan diri yang berorientasi pada sebagian diri manusia ke keseluruhan diri manusia seutuhnya. Supremasi pendidikan hendaknya pada kebutuhan diri manusia agar manusia semakin berbudaya dan berkembang secara utuh.

      Untuk dapat mengadakan reformasi pendidikan, hal-hal berikut perlu mendapatkan pertimbangannya: a) siswa dijadikan subyek pendidikan dan pusat proses pembelajaran; b) teori aktivitas diri dan aktif-positif merupakan dasar dari proses pembelajaran; c) tujuan pendidikan dirumuskan berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan siswa daripada tekanan pada penguasaan materi pelajaran; d) kurikulum sekolah disusun dalam kerangka kegiatan bersama atau kegiatan yang bersifat “proyek”; e) perlunya secara rutin kontrol informal di kelas dan sosialisasi mengajar dan belajar atau kegiatan bersama di tengah-tengah arus deras individualisme; g) hendaknya banyak diterapkan keaktifan berpikir dan berargumentasi daripada sekedar menghafal atau mengingat-ingat saja; h) pendidikan hendaknya mengembangkan kreativitas siswa.

     Oleh karena itu perlulah dipersiapkan pendidik yang fleksibel dalam profesinya. Lebih penting mengajarkan bagaimana belajar daripada apa yang dipelajari. Perlu dipertimbangkan juga kaitan antara bangunan sekolah, sistem pendidikan, guru dan tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas pembelajaran dan pendidikan. Guru harus menuntut dirinya untuk dapat menjadi figur teladan atau model bagi para peserta didik. Sistem kerja dari berdasar pada waktu ke penampilan mutu kerja. Guru dipersiapkan dan dilatih sehingga mampu berperan seperti di dalam keluarga. Pentingnya guru belajar mendengarkan, berkomunikasi dan berelasi dengan seluruh anggota komunitas sekolah. Yang lebih penting lagi guru harus selalu berusaha “memperhitungkan” siswa, dan mengkondisikan bahwa siswa itu penting. Menumbuhkan rasa percaya diri dan harga diri siswa.

     Akhirnya kita perlu menyadari bahwa tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia muda. Pendidikan hendaknya menghasilkan pribadi-pribadi yang lebih manusiawi, berguna dan berpengaruh di masyarakatnya, yang bertanggungjawab atas hidup sendiri dan orang lain, yang berwatak luhur dan berkeahlian[7].

                 Di jalan ini tidak ada tempat untuk berhenti, siapa yang berhenti akan tergilas. Aktif, Kreatif dan Inovatif sebagai jalan menuju peningkatan Mutu Pendidikan yang pada gilirannya akan mewujudkan masyarakat madani, berprestasi tinggi dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, berkepribadian, bermoral dalam kehidupan masyarakat









DAFTAR PUSTAKA


            Rafik, Penerapan Managemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan yang dapat Mendukung terwujudnya Gog Govermance,22 Oktober 2009.

            Bob Widyahartono. “Good Governance Menang Masih Impian”

            http://www.sfeduresearch.org _PDF_POWERED _PDF_GENERATED 14 November, 2007,07:20

            Otonomi Pendidikan Salah Satu Bentuk Implementasi Desentralisasi Pemerintahan (makalah)Riyanto,Theo., (Grasindo, 2002)

            Handoko, Martin, Ph.D (1999) Pendidikan Humaniora Pada Milenium ke III (makalah)Maryanto, A.,(1999)


[1] Rafik, Penerapan Managemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan yang dapat Mendukung  terwujudnya God  Govermance,22 Oktober 2009.

[2] Bob Widyahartono. “Good Governance Menang Masih Impian”

[3] Bob Widyahartono. “Good Governance Menang Masih Impian”

[4] Handoko, Martin, Ph.D (1999) Pendidikan Humaniora Pada Milenium ke III (makalah)Maryanto, A.,(1999)

[5] Ibid.hal 35

[6] http://www.sfeduresearch.org _PDF_POWERED _PDF_GENERATED 14 November, 2007,         07:20

[7] ibid.hal 55

Thanks for reading & sharing Mukholis

Previous
« Prev Post

0 comments:

Post a Comment