WARGA
NAHDLIYIN ( NU ) KABUPATEN JEPARA NONTON FILM SANG KIYAI
NU
Jepara baru baru ini memutar film sang kiyai secara marathon. Seluruh lembaga
pendidikan Islam kabupaten Jepara mengerahkan siswa-siswinya untuk menonton
film ini karena film ini adalah film
edukatif bagi generasi warga NU khususnya para pelajar Jepara. Untuk saat ini
agenda pemutaran film diputar di Gedung Haji/MWC NU kecamatan Tahunan. Secara
terjadawal untuk kecamatan tahunan dibagi 3 tahap yaitu untuk Pelajar Madrasah
Ibtidaiyah (MI) dimualai pukul 07.00-09.00 WIB sedangkan untuk Madrasah
Tsanawiyah maupun SMP pukul 09.00-11.00 WIB dan untuk Madrasah aliyah (MA) dan
sederajatnya diputar pukul 11.00-13.00 WIB . Selain bidikan para pelajar NU
bekerjasama dengan pihak Film ini juga memutar di beberapa Organisasi yakni
IPPNU-IPPNU,PKK. Madin serta Perguruan tinggi juga Umum. Harapannya warga
Nahdliyin bisa mengambil sebuah pelajaran perjuangan umat Islam ini.
Berikut selayang pandang film Sang
Kiyai untuk pembaca yang budiman.
SELAYANG PANDANG FILM SANG KIYAI
Film
ini adalah sebuah kolosal karya anak bangsa ditampilkan kepada masyarakat
Indonesia. Diproduksi oleh RAPI Film dan disutradarai oleh Rako
Prijanto. Film ini menceritakan tentang pahlawan nasional Hasyim Asyari Pendiri
NU. Pemeran utama yang memerankan sebagai KH. Hasyim Asyari adalah Ikranagara,
serta Christine Hakim sebagai Istri KH. Hasyim Asyari. Film ini sangat
disarankan untuk ditonton warga Muslim Indonesia khususnya warga Nahdliyin supaya
mengingatkan kembali perjuangan para ulama dan pejuang Islam dalam
mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Film
ini dimulai dengan sebuah kisah di lingkungan Pesantren Tebuireng Jombang, Jawa
Timur. Pesantren yang dipimpin oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asyari ini dalam
kondisi yang tenang dan khusyuk. Banyak santri yang berasal dari Pulau Jawa dan
Madura datang untuk belajar ilmu pengetahuan Islam di pesantren ini.
Hadratussyaikh pun dikenal sebagai pendiri jama’ah Nahdlatul ‘Ulama. Organisasi
yang dibentuk untuk menyatukan seluruh umat Islam yang berbasis pesantren.
Organisasi ini juga mempunyai tujuan untuk mengajarkan Islam serta
mensejahterakan masyarakat Indonesia.
Dalam permulaan film ini, Hadratussyaikh berbincang dengan Istrinya
bahwa “Seseorang yang tidak berjama’ah tidak akan mendapatkan ridho Allah SWT
dari jaman dahulu hingga sekarang”. Artinya kita ketika hidup di Dunia ini
haruslah berjama’ah supaya kita bisa menjaga saudara muslim kita untuk mengajak
kepada kebaikan, mencegah dari kemungkaran dan senantiasa saling mengingatkan
untuk beriman kepada Allah.
Kisah
Film ini dimulai dengan penolakan masyarakat Islam dengan “Sikerei”. Sikerei
merupakan upacara tentara jepang untuk menyembah dewa matahari yang disimbolkan
dengan menundukkan badan meyerupai gerakan ruku’. Hal ini juga ditentang oleh
para ‘ulama pada saat itu termasuk Hadratussyaikh KH. Hasyim Asyari. Hingga
kemudian tentara Jepang datang ke Pesantren Tebuireng dengan membawa senjata
api bahkan nyaris membakar para santri yang sedang belajar di tempat tersebut.
Hadratussyaikh tidak mau melakukan Sikerei karena ini adalah salah satu bentuk
penyembahan kepada selain Allah. Bahkan dengan tegas Hadratussyekh menyatakan
bahwa “Sikerei itu Haram!”
Selanjutnya,
Hadratussyaikh pun dibawa oleh tentara Jepang untuk dipaksa menandatangani
kesepakatan untuk menyetujui dan mengikuti Sikerei. Akan tetapi Hadratussyaikh
menolak dan kemudian beliau disiksa hingga tangannya berdarah. Beliau juga
melihat beberapa muslim yang disiksa oleh tentara Jepang karena menolak untuk
melakukan Sikerei.
Santri
Tebuireng pun melakukan pemberontakan kepada tentara Jepang menuntut pembebasan
Hadratussyaikh dan muslim lainnya. Kemudian penerjemah tentara Jepang
menjelaskan kepada tentara jepang untuk segera mengakhiri perseteruan ini
karena bisa jadi akan memunculkan pemberontakan masyarakat setempat. Namun
jepang menolak dan kemudian Hadratussyaikh dipindahkan dari Jombang ke
Mojokerto.
Setelah
dipindahkan ke mojokerto, Wahid Hasyim dan KH. Wahab Chasbullah melakukan
perundingan melalui jalur diplomasi. Beliau berdua mendatangi tentara jepang
serta para pemimpinnya, dan akhirnya jepang pun melunak setelah mendapatkan
penjelasan oleh masyarakat pribumi yang bekerja kepada jepang bahwa masyarakat
Indonesia sangat kuat ikatan persaudaraannya dengan dilandasi dengan agama
Islam. Akhirnya jepang pun melepaskan Haddratussyaikh beserta para ‘ulama
lainnya dari dalam penjara.
Jepang
kemudian membujuk para pemimpin umat Islam untuk bekerjasama dengan pemerintah
jepang. Kemudian Majelis Islam Ala Indonesia (MIAI), sebuah organisasi
ke-Islam-an yang berhubungan dengan jaringan Islam Internasional dibubarkan dan
digantikan dengan Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia). Masyumi ini
dipimpin oleh beberapa ‘ulama Islam dan salah satunya adalah KH. Hasyim Asyari.
Kemudian
Jepang membujuk Masyumi melalui Departemen Agama (Shumubu) untuk memaksa
masyarakat Indonesia untuk melipatgandakan hasil pertaniannya. Paksaan ini
kemudian disetujui dan dilakukan dengan hati-hati dan kewaspadaan jangan sampai
hasil pertanian masyarakat pribumi dibawa ke Negara penjajah.
Kebijakan
Jepang untuk melipatgandakan hasil pertanian pun mulai menuai protes dari
masyarakat Indonesia. Beberapa pergolakanpun terjadi, salah satunya di daerah
Sukamanah, Jawa Barat. Pergolakan ini dipimpin oleh KH. Zaenal Mustafa yang
penentang kebijakan tanam paksa ini. Sikap Masyumi seakan-akan diam menuai
pertanyaan dari masyarakat. Hingga kemudian KH. Zaenal Mustafa dihukum penggal
oleh Jepang di pesisir Ancol.
Pelawanan
rakyat Indonesia kembali bergelora melihat penjajahan jepang yang mulai
mengingkari perjanjian yang telah disepakati. Masyumi akhirnya menolak untuk
melanjutkan bujukan Jepang melalui Departmen Agama (Shumubu). Dan Jepang
akhirnya melakukan taktik untuk menggabungkan Shumubu dengan Masyumi dengan
menunjuk Haddratusyaikh sebagai Menteri Agama waktu itu. Beliau menerimanya,
akan tetapi Beliau memilih untuk tetap di Pesantren Tebuireng dan Tugad Menteri
Agama dilaksanakan oleh Putra Sulungnya Wahid Hasyim.
Tahun
1945, Jepang mendapatkan tekanan dan serangan oleh tentara Sekutu sehingga
kemudian Jepang mengalami kekalahan dan pasukannya mulai melemah. Kemudian
Jepang meminta kepada Masyumi untuk mengadakan pelatihan wajib militer kepada
seluruh Muslim Indonesia melalui Hadratussyaikh. Akan tetapi, Hadratussyaikh
menolaknya karena mayoritas masyarakat Indonesia pasti tidak mau untuk melawan
tentara sekutu di wiliayah Burma. Beliau kemudian meminta kepada Jepang melatih
masyarakat Indonesia untuk membentuk tentara Laskar Hisbullah untuk
mempersiapkan kemerdekaan.
Laskar Hisbullah pun terbentuk, posisi
Jepang terancam dengan kekalahannya melawan tentara Sekutu. Pembentukan panitia
persiapan kemerdekaan pun terus berlanjut. Hingga kemudian pada tanggal 11
Agustus 1945, Perdana Menteri Jepang, PM Kaiso menjanjikan kemerdekaan kepada
Indonesia dan mengundang Soekarno sebagai utusan yang menerima pernyataan
kemerdekaan Indonesia tersebut.
Kemerdekaan
Indonesia pun semakin dekat, Soekarno melalui utusannya meminta pernyataan
membela tanah air kepada Hadratussyaikh untuk melawan penjajahan. Utusan
Soekarno menyampaikan “bagaimana hukumnya membela tanah air bagi masyarakat
Indonesia tanpa kepentingan golongan dan agama apapun?” Utusan Soekarno ini
sempat mengulangi pertanyaan tersebut sampai beberapa kali. Kemudian
Hadratussyaikh menjawab bahwa “Hukum membela tanah air adalah wajib bagi setiap
Muslim”. Hal ini bisa diartikan bahwa setiap umat Islam wajib memperjuangkan
tanah airnya demi kemuliaan Islam. Pergolakan pun berlanjut, Kemerdekaan pun
dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Peperangan masih berlanjut dan
Jepang pun angkat kaki dari Indonesia.
Akan
tetapi, Belanda yang belum mengakui kemerdekaan Republik Indonesia datang
kembali ke Tanah air hingga kemudian terjadi pergolakan kembali. Ditambah
dengan tentara Inggris yang membonceng tentara Belanda datang ke Surabaya pada
Bulan November 1945. Bung Tomo, salah satu pejuang kemerdekaan pun datang dan
bertemu langsung kepada Hadratussyaikh untuk meminta wejangan dan nasehat. Dan
Hadratussyaikh pun berkata kepada Bung Tomo untuk Menyampaikan orasi dengan
lantang serta menyuarakan Islam dengan cara mengagungkan Nama Allah dalam
orasinya dengan Takbir tiga kali. Allahu Akbar!! Allahu Akbar!! Allahu Akbar!!
Resolusi
Jihad pun dirumuskan oleh para ‘Ulama dalam pertemuan yang dilakukan di dalam
gedung GP. Ansor Surabaya. Resolusi Jihad ini diadakan untuk mengoptimalkan
perjuangan umat Islam Indonesia. Bahwa melawan penjajah kafir wajib hukumnya,
barangsiapa yang wafat maka akan syahid karena Allah dan barangsiapa yang
bersekutu dengan belanda maka akan dibunuh.
Peperangan
pun terus berlanjut. Pada tanggal 10 November 1945, Kota Surabaya menjadi
lautan api. Semua sudut kota terbakar habis. Kemudian Inggris berhasil dipukul
mundur oleh para pejuang Islam yang telah berjuang dengan berdarah-darah.
Film
ini ditutup dengan wafatnya Hadratussyaikh KH. Hasyim Asyari, padahal pada saat
itu para pejuang Islam masih membutuhkan banyak nasehat dari beliau untuk tetap
mempertahankan negara Indonesia ini dalam bingkai ke-Islam-an. Pada saat
itu pula Agresi Belanda I yang terjadi pada tanggal 21 Juli 1947.
Jombang pun diserang oleh Belanda, bahkan pesantren Tebuireng dibakar
oleh Belanda karena dituduh sebagai sarang pemberontak Muslim.
Sekian
Resensi Film yang saya tuliskan setelah melihat film Sang Kyai tersebut. Besar
harapan saya untuk para saudara-saudariku warga Nahdliyin untuk menonton film
ini. Untuk membangkitkan kembali semangat perjuangan menegakkan Islam di Bumi
Nusantara ini. Allahu Akbar!!!
Film
Sang Kyai, di beberapa segmennya dibumbui dengan kisah cinta dua sejoli yaitu
Harun dan Sari. Mereka berdua adalah santri Tebuireng. Ada beberapa poin yang
disampaikan dalam film tersebut, diantaranya arti kesucian pernikahan serta
ketaatan istri kepada suami.
Pernikahan
antara Harun dan Sari dilaksanakan langsung dihadapan Hadratussyaikh. Prosesi
pernikahannya juga berbeda dengan pernikahan sekarang pada umumnya. Pernikahan
antara mempelai Pria dan wanita dipisahkan diruang yang berbeda. Bahkan sebelum
dinikahkan Harun dan Sari hanya pernah berpandang sekilas dan berbicara dari
kejauhan. Tidak seperti muda-mudi sekarang yang pacaran sebelum menikah
“nempel” sana sini.
Setelah
menikah, Harun mempunyai watak yang keras kepala selalu mempertanyakan
kebijakan dan fatwa yang dikeluarkan oleh Hadratussyaikh, Mulai dari
pelipatgandaan hasil pertanian sampai dengan mengadakan pelatihan wajib militer
kepada para santri. Harun berpandangan kalau semua itu dilakukan hanya untuk
dimanfaatkan oleh Jepang. Sempat beberapa kali terjadi konflik dalam Keluarga
Harun dan Sari. Akan tetapi, keduanya saling menguatkan karena “Istri adalah
pakaian bagi suami dan suami pakaian bagi istri” dan ”Jadilah istri yang
menjadi pakaian bagi suami, yang menghangatkan dikala hujan, dan meneduhkan
dikala kemarau”. Pesan ini disampaikan untuk dijadikan pembelajaran dan sangat
penting direnungkan oleh keluarga sekarang yang sering mengalami konflik di
internal keluarganya.
Kisah
dua sejoli ini berakhir ketika Harun meninggal dunia dan syahid melawan tentara
Inggris.
Dalam
Film ini, Hadratussyaikh juga sering mengungkapkan fakta yang selama ini
ditutup-tutupi yaitu tentang Pentingnya Jihad Fisabilillah bahkan tidak jarang
Film ini diisi dengan pekikan Takbir dan seruan berjihad. Bahkan Film ini juga
mencoba meluruskan bahwa Islam dan Nasionalisme bukanlah kutub yang berlawanan,
keduanya bisa berjalan seiringan dengan izin Allah. Dimulai dengan Islam
kemudian nasionalisme. Begitulah petikan percakapan antara Hadratussyaikh
dengan putra beliau Wahid Hasyim.
Fenomena
pemisahan antara Islam dan Negara ini selalu diwacanakan oleh para aktivis
sekularisme seperti anggota Partai Nasionalis serta anggota Jaringan Islam
Liberal yang ingin mengalahkan Islam dalam perpolitikan di negeri ini. Islam
sesungguhnya agama yang sempurna, yang mengatur segala sesuatu mulai dari
beribadah (sholat) sampai dengan bernegara.
Semoga
masyarakat Muslim Indonesia bisa tersadarkan melalui film ini. Bahwa penjajahan
masih terjadi di negeri ini. Serta khususnya bagi warga Nahdliyin, sekarang
saatnya bangkit! Lawan segala bentuk penjajahan di negeri ini.
Thanks for reading & sharing Mukholis
0 comments:
Post a Comment