" إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعونَ "
INNALILLAHI WA INNA ILAIHI
ROJI'UN..
TELAH PULANG KE RAHMATULLAH BELIAU
KH.AHMAD BASYIR JEKULO KUDUS JATENG
Beliau wafat hari selasa 18 maret 2014 tadi malam pukul 00.05 wib insyallah di makamkan pukul 14.00 wib di pemakaman belakang masjid kauman Jekulo Kudus.
Kaum muslimin bila ada waktu silahkan untuk datang berta’ziah da hati hati dalam perjalanan. Amin
Semoga allah menempatkan beliau dalam ridlonya dan ilmu beliau menjadi ilmu kita yang manfaat dan membawa kita lebih semangat dalam ibadah
Figur kiai sebagai
tokoh sentral di sebuah pesantren erat kaitannya dengan kepemimpinan yang
dijalankan. Kiai merupakan salah satu dari lima unsur pokok berdirinya suatu
pesantren. Empat unsur pokok lainnya yaitu: pondokan, masjid, santri dan
pengajaran kitab kuning. Pesantren Darul Falah didirikan oleh KH. Ahmad Basyir
pada tahun 1970. KH. Ahmad Basyir merupakan guru dalam ajaran dalail khairat
yaitu, terapi spiritual dengan berperilaku prihatin dan bersahaja. Ciri khas
ajaran ini yaitu dengan cara berpuasa bertahun-tahun atau yang lebih dikenal
masyarakat dengan sebutan Puasa Dala’il.
Model kepemimpinan
KH. Ahmad Basyir cenderung kepada kepemimpinan kharismatik. Kebesaran kharisma
KH. Ahmad Basyir ini menjadikan kuatnya pengaruh kiai dan keluarganya dalam
setiap pengambilan keputusan dan peraturan yang berkaitan dengan pesantren
Darul Falah. Pengembangan pesantren Darul Falah sangat dipengaruhi oleh peranan
KH. Ahmad Basyir.
Pengembangan di
pesantren Darul Falah ini dapat dilihat pada sarana dan prasarana pesantren,
jumlah dan kegiatan santri, manajemen pesantren, dan sistem pendidikan di pesantren.
Dalam hal sarana dan prasarana, pesantren Darul Falah sudah mengalami
peningkatan dalam jumlah bangunan pesantren. Hal ini memiliki pengaruh
signifikan dalam jumlah santri Darul Falah. Mengenai sistem manajemen di
pesantren Darul Falah, KH. Ahmad Basyir masih merupakan figur sentral dan semua
kebijakan harus dikonsultasikan dan disetujui oleh kiai. Karena faktor usia,
dalam perkembangannya para putra KH. Ahmad Basyir dan santri dilibatkan dalam
teknis operasional pesantren.
Pengembangan pesantren
dapat dilihat juga di bidang pendidikan. Bentuk kegiatan pendidikan di
pesantren Darul Falah terdiri dari dua macam yaitu pendidikan kepesantrenan
sebagai pendidikan utama dan pendidikan formal. Pendidikan kepesantrenan
terdiri dari pengajian kitab, Takhassus an-Nasyri (tambahan pelajaran khusus)
dan Dirosah Shobah (sekolah pagi). Program Takhasuss untuk santri putra
dibentuk pada tahun 1993 dan untuk santri putri dibentuk pada tahun 1995.
Sedangkan Dirosah Shobah dibentuk pada tahun 2001. Pendidikan formal masuk di
pesantren Darul Falah sejak tahun 2003, dengan dibentuknya program kesetaraan.
Bentuk pendidikan formal di pesantren Darul Falah adalah Wajib Belajar
Pendidikan Dasar (Wajar Dikdas) 9 tahun dan Paket C setara SMA.
Pada umumnya kebesaran seorang kiai sangat berhubungan dengan kebesaran
pesantren yang diasuhnya. Semakin besar pesantren yang dimiliki seorang
kiai, semakin besar ke-kiai-annya, namun
tidak demikian yang terjadi di Kudus. Kondisi pesantren di Kudus tidak sebesar
pesantren-pesantren di Jawa Timur. Jumlah pesantren di Kudus sampai saat ini
mencapai puluhan pesantren, namun yang terbesar ada tiga, yakni Pondok Tahfidz
Yanbu’ul Qur’an (PTYQ), Pondok Pesantren Darul Falah Jekulo dan Pondok
Pesantren al-Muayyad Kudus. Pesantren yang pertama memiliki lebih kurang 900
santri dengan fokus pembelajaran menghafal al-Qur’an dan pesantren ke dua
memiliki lebih kurang 600 santri dengan pembelajaran ilmu-ilmu syariah dan
dalail al-khairot, dan pesantren ke tiga memiliki santri sekitar 600 orang. Pesantren-pesantren
yang lain memiliki santri lebih kurang 100 orang.
Salah satu pondok pesantren besar di
Kabupaten Kudus adalah pondok pesantren Darul Falah. Pesantren salaf yang
terkenal dengan Thariqah Dalail al-Khairat ini berlokasi di Desa Jekulo, Kecamatan Jekulo, Kudus. Wilayah
Kecamatan Jekulo termasuk dalam wilayah “Kudus Wetan”. Pondok pesantren yang
didirikan oleh KH Ahmad Basyir pada tahun 1970 ini memegang teguh ajaran Dalail
al-Khairat dengan ciri khas puasa bertahun-tahun. Pondok pesantren Darul Falah
memiliki motto “Njiret Weteng, Nyengkal Mata” yang memiliki makna ''Masa muda
bersusah payah, maka pada saat tua akan menemukan kesuksesan. Sengsara itu
berati berani lapar, berani bangun tengah malam, dalam artian untuk belajar.''
Motto kalimat ini bersumber dari petuah Sunan Kalijogo dalam salah satu Kitab
Jawa yang menyerukan para santrinya untuk berperilaku prihatin dan bersahaja
(tidak mementingkan kenikmatan lahiriah). Ajaran tersebut menjadi salah satu
dasar dari ajaran Dalail al-Khairat yang dikembangkan di pesantren Darul Falah.
Dalail al-Khairat adalah salah satu ijazah dengan ciri khas puasa
bertahun-tahun, yang di kalangan masyarakat awam dikenal dengan sebutan puasa
dalail. Ijazah Dalail al-Khairat ini pula yang menjadi ciri khas Pesantren
Darul Falah.
Santri-santri yang belajar di Pesantren Darul Falah ini berasal dari
berbagai daerah, yaitu: Kudus, Jepara, Demak, Kendal, Cirebon, Jakarta,
Tangerang, Banten, dan sejumlah kota di Sumatera. Pesantren Darul Falah
menerapkan metode pembelajaran perpaduan antara sistem tradisional dan sistem
modern. Penggunaan sistem tradisional, berlangsung pada proses pengkajian kitab
salaf dengan cara bandongan dan sorogan. Metode modern diadopsi dengan adanya
pengelompokan santri sesuai dengan tingkat kemampuannya.
Dalam
perkembangannya pada tahun 2004 untuk memudahkan pengelolaan, kepengurusan
pondok pesantren dipecah menjadi empat, yakni Darul Falah I, II, III, dan IV.
Darul Falah I dan II diperuntukan bagi santri putra, sedangkan Darul Falah III
dan IV untuk santri putri. Kegiatan belajar para santri terdiri atas kegiatan
harian, mingguan, dan selapanan atau bulanan. Kegiatan harian meliputi program
tahfidh Alquran untuk santri putri, jamaah shalat, tadarus, kajian kitab
sekolah pagi, musyawarah wajib, musyafahah Alquran, takhashshush An-Nasyri dan
diakhiri qiyam al-lail.
Salah satu jargon yang sangat saya ingat dan angen-angen ketika nyantri
pada KH. Basyir (Mbah Kung) adalah petuah beliau yakni “dadi santri iku kudu
sabar, ngalah, nrimo, loman”. Bagi para santri jargon tersebut memiliki
nilai filosofis yang sangat dalam mengingat tirakat dan riyadhah yang
sehari-harinya mereka alami di ponpes Darul Falah ini.
Referensi: http://zulfanioey.blogspot.com/2013/02/kh-ahmad-basyir-jekulo-kudus.html
Thanks for reading & sharing Mukholis
0 comments:
Post a Comment